Search This Blog

Friday, October 29, 2010

Mengenal Penginderaan Jauh

komposisi band dalam Landsat TM7 dan kegunaannya

1 Pemetaan wilayah pantai dan perairan, pembuatan batimetri, pemetaan sedimentasi
2 Pemetaan vegetasi, identifikasi reflektansi klorofil
3 Identifikasi absorbsi klorofil, pembedaan spesies tumbuhan, dan biomasa
4 Spesiaes vegetasi, biomasa, kelembaban tanah
5 Pembatasan fenomena tanah dan tumbuhan, pemetaan wilayah pemukiman
6 Pemetaan evapotranspirasi, pemetaan suhu permukaan, kelembaban tanah
7 Geologi, pemetaan tipe batuan dan mineral, pembatasan badan air,
pemetaan tingkat kelembaban tumbuhan


Lokasi Penelitian Rian



Lokasi Penelitian Rian
Desa Karacak, Kec.Leuwiliang, Kab.Bogor
Indonesia


Penelitian Rian

Pemetaan Komoditas Manggis
di Kawasan Agropolitan Cendawasari
( Cengal, Nariti, Darmabakti, Wanakarya, Sumberjaya, dan Rawasari)


I. Latar belakang

Cendawasari merupakan suatu kawasan pedesaan berbasis pertanian yang dirilis menjadi suatu kawasan agropolitan sejak tahun 2002. Cendawasari merupakan nama yang diambil dari nama-nama desa yang merupakan bagian dari kawasan agropolitan tersebut yaitu desa Cengal, Nariti, Darmabakti, Wanakarya, Sumberjaya, dan Rawasari. Daerah tersebut memiliki komoditas unggulan berupa manggis. Lokasi kawasan Agropolitan Cendawasari terletak di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi daerah tersebut berjarak lebih kurang 30 km dari kota Bogor. Sebelah timur berbatasan langsung dengan Desa Dahu/Barengkok, sebelah selatan Kampung Nanggung, sebelah barat berbatasan langsung dengan Kampung Kidul dan sebelah utara berbatasan langsung dengan Dusun Ciputih.
Jenis tanah daerah tersebut adalah Latosol berrtekstur liat berlempung, struktur teguh dengan drainase agak baik. Topografi areal perkebunan manggis didominasi oleh relief bergelombang dengan kemiringan 6-30%. Berdasarkan tingkat kesuburannya wilayah tersebut tergolong rendah sampai sedang dan derajat kemasamannya tergolong rendah sampai sedang dengan pH antara 4,5–6,5. Curah hujan rata-rata bulanan cukup tinggi, berkisar antara 322–510 mm/bulan. Tanaman manggis di Leuwiliang di dominasi oleh tanaman yang sudah menghasilkan/ produktif (20 tahun ke atas).
Kebun manggis yang tersebar di wilayah ini berasal dari hutan sekunder dengan tanaman manggis yang sudah ada secara turun temurun. Tanaman manggis di Leuwiliang umumnya merupakan tanaman yang tumbuh sembarang dan berkembang begitu saja tanpa perawatan/pemeliharaan yang khusus dari petani. Sampai dengan saat ini, masih belum ada pihak yang melakukan pemetaan terhadap komoditas manggis di daerah tersebut. Untuk itu perlu dilakukan suatu kegiatan dengan tujuan untuk memetakan komoditas manggis di daerah Agropolitan Cendawasari. Dengan memetakan manggis, kita dapat memperoleh data awal/data dasar dalam kaitan dengan perencanaan penataan dan penggunaan lahan dikawasan Cendawasari tersebut. Dengan data/informasi yang akan kita peroleh ini, kita dapat menentukan jenis pengembangan komoditi unggulan sesuai dengan kondisi Biofisik (Tanah dan Agroklimatnya) di daerah Cendawasari serta memiliki kelayakan secara finansial. Setiap perencanaan wilayah harus mempunyai suatu data/informasi awal yang mendukung proses tersebut. Diantara data/informasi awal tersebut adalah peta, dan lain-lain. Kegiatan ini hanya sampai pada tingkat pembuatan peta komoditi unggulan yang saat ini tumbuh di daerah Cendawasari yang berupa manggis.

II. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan komoditas manggis berdasarkan satuan penggunaan lahan yang terdapat di wilayah Cendawasari. Informasi yang disajikan dalam peta tersebut adalah satuan-satuan penggunaan lahan. Setiap satuan penggunaan lahan tersebut dengan didukung oleh analisis data dan hasil pengamatan lapang dilakukan diprediksi kerapatan distribusi pohon manggis. Sehingga dengan peta penggunaan lahan ini akan dapat diprediksi peta komoditas manggis yang ada di wilayah tersebut.


III. Bahan dan Metode

3.1. Bahan
Dalam pelaksanaan penelitian ini disamping dilakukan pengkajian data di lapangan juga diperlukan beberapa data dan peta pendukung, antara lain:

-. Peta penggunaan lahan kawasan agropolitan Cendawasari
-. Peta topografi kawasan agropolitan Cendawasari
-. Data sampling komoditas manggis di daerah Cendawasari.
-. Peta aksesibilitas daerah Cendawasari


Penelitian Rian Lanjutan

3.2. Metode

1. Penentuan Wilayah Penelitian
 Kenapa memilih lokasi Cengal
 Luas wilayah / cakupan wilayah (kampung, pemukiman, desa, kecamatan dll) yang akan dilakukan penelitian


2. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahapan kegiatan yang didahului dengan tahap persiapan. Tahap persiapan berupa kegiatan studi pustaka termasuk pembuatan peta dasar dan peta kerja yang kemudian diikuti dengan penelitian lapang, analisis/ pengolahan data dan penyusunan peta.

a. Persiapan
Dalam tahap persiapan dilakukan pengumpulan data dan studi pustaka, pengadaan bahan penunjang dan peralatan yang mencakup data citra dan peta. Sebelum melakukan penelitian lapang dibuat peta dasar dan kerja. Peta kerja dibuat dalam peta dasar dengan melakukan analisis berbagai data dukung termasuk interpretasi Citra. Data dukung yang digunakan antara lain: Citra Landsat dan ALOS. Dari peta kerja ini dipergunakan untuk merancang pengamatan/ penelitian yang akan dilakukan di lapangan.
Sebelum dilakukan Interpretasi Citra perlu dilakukan / diawali dengan identifikasi titik kontrol pada citra satelit / ALOS pada peta dasar yang dalam hal ini digunakan peta rupabumi. Selanjutnya digunakan untuk melakukan koreksi geometrik dan koreksi radiometrik/penajaman pada citra satelit. Untuk koreksi geometri, digunakan acuan peta rupabumi skala 1:50.000. Setelah citra satelit dikoreksi secara geometrik berarti skala dan distribusi spasialnya sudah disesuaikan (matching) dengan peta rupabumi pada skala 1:50.000.
Dalam pelaksanaan analisis citra satelit / ALOS dilakukan dengan integrasi beberapa metode pendekatan : (i) klasifikasi berdasarkan perbedaan nilai spektralnya (unsupervised classification), (ii) klasifikasi terbimbing (supervised classification) dengan menggunakan input data/ informasi acuan yang dianggap benar (hasil pengamatan lapangan dan referensi peta) dengan cara ”on screen digitizing’. Hasil kedua klasifikasi tersebut, kemudian digabungkan sehingga dalam analisis dan klasifikasi citra telah mempertimbangkan masukan keterpisahan nilai spektral dan data informasi lapangan (hibrid classification).
Dalam proses analisis terlebih dahulu dibuat daerah-daerah kunci (key areas) yang selanjutnya merupakan daerah-daerah contoh dan “file signature”. Daerah contoh (sample areas) adalah contoh informasi kelas-kelas penggunaan lahan/ penutupan vegetasi dalam hal ini beberapa kenampakan/ obyek yang diindikasikan sebagai suatu jenis obyek penggunaan lahan tertentu.
Signature adalah satu set data statistik yang berupa kisaran nilai spektral/ pixel (pixel element) yang mendefinisikan sebuah daerah contoh/ obyek. Setiap kelas tersebut kemudian dikarakterisasikan kedalam semua band citra satelit (berdasarkan nilai spektrum/pixelnya) untuk membuat signature (pola spektrum). Dalam pembuatan training sampel, yang dilakukan pertama kali adalah mendigitasi feature (suatu kenampakan tipe penggunaan lahan atau vegetasi) di layar monitor saat “module display” bekerja. Setiap training sample harus berbentuk poligon tertutup yang diberi satu kelas informasi (tipe penggunan lahan atau penutupan vegetasi tertentu). Sebaiknya setiap training sample luasan minimalnya mencakup pixel berjumlah sepuluh kali jumlah band yang dipakai untuk klasifikasi (Barbosa et al., 1996; Diyono dan Bambang Suyudi, 2000). Setelah semua strata penggunaan lahan yang akan di klasifikasi diambil contoh nilai pixelnya dan dibuat file signature-nya, serta telah diuji “keterpisahannya dan homogenitasnya” proses klasifikasi baru dapat dilaksanakan.
Setelah proses analisis dan klasifikasi citra satelit selesai, kemudian disajikan dalam peta hasil interpretasi. Validasi di lapangan (ground truth) dilakukan untuk mengecek kebenaran hasil analisis, dan pengamatan jenis-jenis penggunaan lahan/ vegetasi di sekitarnya dan penyebarannya, secara khusus terutama di catat jenis komoditas manggis (Murthy et al., 1995). Lokasi plot-plot sampel pengamatan lapangan ini sedapat mungkin dilakukan di daerah yang aksesibilitasnya tinggi, sehingga informasi mengenai kondisi lahan dan penutupan vegetasi lainnya dapat diketahui karakteristiknya secara akurat. Posisi geografis lokasi pengamatan ditentukan dengan mengukur koordinat lokasi pengamatan di lapangan. Untuk keperluan ini dipergunakan alat GPS (Global Positioning System). Data/ informasi koordinat ini sangat berguna untuk melacak kembali posisi pengamatan lapangan pada citra atau peta, yang kemudian digunakan untuk memperbaikan dan menyempurnakan hasil analisis citra satelit. Semua data lapangan terutama di daerah plot-plot sample merupakan “ground truth” yang akan diolah dan di “match” dengan data citra satelit untuk sumber informasi utama dalam menyempurnakan hasil analisis dan klasifikasi obyek, menyusun dan penyempurnakan peta penggunaan lahan. Estimasi tingkat ketelitian dan kebenaran hasil analisis dilakukan secara acak/ random dengan menggunakan metode pendekatan ’point sampling accuracy’.

b. Penelitian lapang
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah memetakan komoditas manggis di daerah Cendawasari berdasarkan Satuan Penggunaan Lahan tertentu yang terdapat di daerah tersebut. Sebagai contoh, Satuan Penggunaan Lahan yang berupa sawah, akan dapat diketahui bahwa setiap luasan tertentu terdapat pohon manggis di dalamnya. Untuk mengecek kebenaran dari data yang akan diperoleh tersebut dapat dilakukan sensus pohon manggis pada setiap Satuan Penggunaan Lahan secara random (acak) sebagai sampling untuk mewakili wilayah Satuan Penggunaan Lahan yang sama di tempat yang berbeda. Kita juga akan melakukan interpretasi dengan menggunakan berbagai citra, diantaranya adalah dengan menggunakan citra Landsat, ALOS dan sebagainya. Interpretasi tersebut bertujuan untuk menentukan apakah dengan perbedaan citra yang digunakan untuk melakukan interpretasi ini akan berdampak pada hasil identifikasi jenis objek dan macam objeknya.
Untuk daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh pengamatan, maka dilakukan ekstrapolasi berdasarkan penciri yang sama dengan wilayah yang sudah dilakukan pengamatan. Selama pengamatan di lapangan, dilakukan perbaikan deliniasi dan penyempurnaan legenda peta, serta mengunpulkan data-data yang mendukung penelitian.

c. Analisis Data dan Penyusunan Peta
Data yang diperoleh dari lapang yang berupa data tabular belum dapat menginformasikan sebaran komoditas secara visualisasi di wilayah penelitian. Untuk itu perlu adanya data spasial yang berupa peta. Untuk menginformasikan/ menyajikan data sebaran komoditas manggis yang ada di wilayah tersebut dilakukan dengan pendekatan peta satuan lahan. Dengan peta satuan lahan ini masing-masing obyek jenis satuan lahan dibuat ketetapan formulasi yang mencerminkan kerapatan sebaran pohon manggis. Penentuan yang menetapkan asumsi ini didukung oleh pengecekan di lapang. Pengecekan dilakukan secara random pada setiap satuan penggunaan lahan, yaitu dengan sensus pohon.
Peta penggunaan lahan Dari peta kerja yang dituangkan dalam peta dasar dengan dilakukan pengecekan lapang dan analisis data yang diperoleh dari lapang maka disempurnakan menjadi peta sebaran komoditas manggis di wilayah Cendawasari. Peta tersebut dibuat dengan mengikuti kaidah pemetaan yang baku. Dalam kaidah pemetaan dinyatakan bahwa skala peta akan mencerminkan kedetilan peta, sedangkan kedetilan peta akan menentukan tujuan dari pemetaan. Untuk itu perlu dilakukan pemetaan pada tingkat operasional pada skala 1:50.000 dengan memanfaatkan Citra Landsat, ALOS, dan citra lainnya sebagai bahan untuk menganalisis sebaran komoditas manggis di daerah Cendawasari.

IV. DAFTAR PUSTAKA
Barbosa P.M., M.A. Casterado and J. Herrero. 1996. Performance of Several Landsat 5 Thematic Mapper Image Classification Methods for Crop Extent Estimates in an Irrigation District. Int. Journ. Remote Sensing. 1996. Vol, 18:366-3674.
Diyono dan Bambang Suyudi. 2000. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Sebagian Wilayah Teluk Jakarta Berdasarkan Citra SPOT XS 1986 dan 1990. Prosiding Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia di Bandung 15 Desember 2000, hal : 21-29. ISI, Bakosurtanal, Jalan Raya Cibinong, Bogor
Murthy C.S., S. Jouma, P.V.Raju, S. Thiruvengadachari and K.A. Hakeem. 1995. Paddy Yield Prediction in Bharada Project Command Area Using Remote Sensing Data. Asia Pasific Remote Sensing Journal. Vol.8.No.1, July 1995, p:79-83.


Global Positioning System (GPS)


Kehadiran teknologi GPS, membuka peluang akuisisi data koordinat (lintang, bujur, dan tinggi) secara cepat, tepat, dan dengan ketelitian yang cukup baik. Spesifikasi alat GPS yang tersedia di pasaran sangat beragam, mulai dari tipe handheld/navigasi dengan ketelitian pada tingkat meter, hingga tipe geodetik yang bisa mencapai tingkat ketelitian hingga level milimeter. Seiring dengan kebutuhan aplikasi survei dan pemetaan yang makin ”mengandalkan” GPS, maka dituntut metoda akuisisi data posisi atau koordinat dengan ketelitian tinggi namun dengan strategi pengukuran dan pengolahan data GPS yang relatif singkat dan mudah. Hal ini terutama sangat dirasakan manfaatnya apabila data yang diakuisisi meliputi ratusan atau bahkan ribuan titik dalam sebuah jaringan pada sebuah proyek survei dan pemetaan.


Interpretasi Foto Udara

Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh data dan informasi tentang suatu objek serta keadaan disekitarnya melalui suatu proses pencatatan, pengukuran dan interpretasi bayangan fotografis (hasil pemotretan). Salah satu bagian dari pekerjaan fotogrametri adalah interpretasi foto udara. Oleh karena itu dengan adanya praktikum tentang interpretasi foto udara dan pembuatan peta tutupan lahan kali ini diharapkan mahasiswa Program Studi Teknik Geodesi mampu melakukan interpretasi foto udara dengan menggunakan prinsip-prinsip interpretasi yang benar serta dilanjutkan dengan pembuatan peta tutupan lahan. Adapun prinsip yang digunakan dalam interpretasi foto terdiri dari 7 (tujuh) kunci interpretasi yang meliputi : bentuk, ukuran, pola, rona, bayangan, tekstur, dan lokasi. Dengan beracuan pada 7 (tujuh) kunci tersebut maka kita dapat mengidentifikasi dengan jelas objek yang sebenarnya.
Interpretasi foto udara merupakan kegiatan menganalisa citra foto udara dengan maksud untuk mengidentifikasi dan menilai objek pada citra tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip interpretasi. Interpretasi foto merupakan salah satu dari macam pekerjaan fotogrametri yang ada sekarang ini. Interpretasi foto termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan pengenalan dan identifikasi suatu objek.
Dengan kata lain interpretasi foto merupakan kegiatan yang mempelajari bayangan foto secara sistematis untuk tujuan identifikasi atau penafsiran objek.
Interpretasi foto biasanya meliputi penentuan lokasi relatif dan luas bentangan. Interpretasi akan dilakukan berdasarkan kajian dari objek-objek yang tampak pada foto udara. Keberhasilan dalam interpretasi foto udara akan bervariasi sesuai dengan latihan dan pengalaman penafsir, kondisi objek yang diinterpretasi, dan kualitas foto yang digunakan. Penafsiran foto udara banyak digunakan oleh berbagai disiplin ilmu dalam memperoleh informasi yang digunakan. Aplikasi fotogrametri sangat bermanfaat diberbagai bidang Untuk memperoleh jenis-jenis informasi spasial diatas dilakukan dengan teknik interpretasi foto/citra,sedang referensi geografinya diperoleh dengan cara fotogrametri. Interpretasi foto/citra dapat dilakukan dengan cara konvensional atau dengan bantuan komputer.Salah satu alat yang dapat digunakan dalam interpretasi konvensional adalah stereoskop dan alat pengamatan paralaks yakni paralaks bar.
Didalam menginterpretasikan suatu foto udara diperlukan pertimbangan pada karakteristik dasar citra foto udara.Dan dapat dilakukan dengan dua cara yakni cara visual atau manual dan pendekatan digital.Keduanya mempunyai prinsip yang hampir sama. Pada cara digital hal yang diupayakan antara lain agar interpretasi lebih pasti dengan memperlakukan data secara kuantitatif. Pendekatan secara digital mendasarkan pada nilai spektral perpixel dimana tingkat abstraksinya lebih rendah dibandingkan dengan cara manual. Dalam melakukan interpretasi suatu objek atau fenomena digunakan sejumlah kunci dasar interpretasi atau elemen dasar interpretasi. Dengan karakteristik dasar citra foto dapat membantu serta membedakan penafsiran objek – objek yang tampak pada foto udara. Berikut tujuh karakteristik dasar citra foto yaitu :
Bentuk
Bentuk berkaitan dengan bentuk umum, konfigurasi atau kerangka suatu objek individual. Bentuk agaknya merupakan faktor tunggal yang paling penting dalam pengenalan objek pada citrta foto.
Ukuran
Ukuran objek pada foto akan bervariasi sesuai denagn skala foto. Objek dapat disalahtafsirkan apabila ukurannya tidak dinilai dengan cermat.
Pola
Pola berkaitan susunan keruangan objek. Pengulangan bentuk umum tertentu atau keterkaitan merupakan karakteristik banyak objek, baik alamiah maupun buatan manusia, dan membentuk pola objek yang dapat membantu penafsir foto dalam mengenalinya.
Rona
Rona mencerminkan warna atau tingkat kegelapan gambar pada foto.ini berkaitan dengan pantulan sinar oleh objek.
Bayangan
Bayangan penting bagi penafsir foto karena bentuk atau kerangka bayangan menghasilkan suatu profil pandangan objek yang dapat membantu dalam interpretasi, tetapi objek dalam bayangan memantulkan sinar sedikit dan sukar untuk dikenali pada foto, yang bersifat menyulitkan dalam interpretasi.
Tekstur
Tekstur ialah frekuensi perubahan rona dalam citra foto. Tekstur dihasilkan oleh susunan satuan kenampakan yang mungkin terlalu kecil untuk dikenali secara individual dengan jelas pada foto. Tekstur merupakan hasil bentuk, ukuran, pola, bayangan dan rona individual. Apabila skala foto diperkecil maka tekstur suatu objek menjadi semakin halus dan bahkan tidak tampak.
Lokasi
Lokasi objek dalam hubungannya dengan kenampakan lain sangat bermanfaat dalam identifikasi.

No comments:

Post a Comment