Search This Blog

Thursday, October 28, 2010

PRODUKSI BENIH IKAN KERAPU HASIL PEMBENIHAN DI BALI


PRODUKSI BENIH IKAN KERAPU HASIL PEMBENIHAN DI BALI
Bejo Slamet, Suko Ismi dan Titiek Aslianti
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol, PO Box 140, Singaraja 81101, Bali.
ABSTRAK
Pengamatan perkembangan produksi benih kerapu telah dilakukan pada petani pembenihan dan pendederan kerapu di Bali yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan, kelayakan dan prospek pengembangannya. Jenis kerapu yang diamati meliputi kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), kedua jenis ini mempunyai nilai ekonomis yang paling tinggi. Hasil pengamatan menunjukan bahwa pembenihan kerapu bebek dan kerapu macan di Bali Utara cukup berkembang. Produksi benih kerapu bebek  dan kerapu macan di daerah ini per bulan masing-masing berkisar 50.000 - 250.000 ekor dan 150.000 - 400.000 ekor. Tingkat kelangsungan hidupnya bervariasi yaitu 0-40% dengan rataan 5%. Kegagalan/kematian massal biasanya terjadi umur 15-50 hari. Lama waktu pendederan benih kerapu bebek  di bak beton dari ukuran 4 cm  (lepas dari hatcheri) sampai ukuran 10 cm (siap tebar)  berkisar 40-75 hari, dengan kelangsungan hidup 70-95%. Pendederan kerapu macan dari ukuran 2 cm (lepas hatcheri) sampai 7 cm (siap tebar) memerlukan waktu 30-40 hari dan  kelangsungan hidupnya berbeda dengan perbedaan sistem/jenis pakannya. Dengan pemberian pakan pellet kelangsungan hidupnya berkisar 20-40% sedangkan dengan kombinasi pakan hidup (udang kecil) dengan daging ikan rucah menghasilkan kelangsungan hidup 60-75%.
Kata kunci : Kerapu, pembenihan, pendederan, pembesaran.
PENDAHULUAN
Ikan kerapu merupakan komoditas eksport yang bernilai ekonomis tinggi di pasar Asia terutama Hongkong dan Singapura. Produksi ikan kerapu saat ini sebagian besar merupakan hasil dari penangkapan dari alam . Cara penangkapan ikan kerapu kadang-kadang menggunakan racun potassium sianida yang dapat merusak karang dan biota di sekitarnya. Beberapa jenis ikan kerapu (Epinephelus spp) telah diujicobakan pembesarannya di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Hongkong  mulai tahun 1979 (Sugama, et al., 1986), namun karena keterbatasaan benih sehingga budidaya ikan tersebut sulit berkembang.
Usaha penyediaan benih ikan kerapu mulai diteliti beberapa tahun yang lalu antara lain pada kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina) (Chen, et al., 1977), E. akaara (Tseng dan Ho, 1988), kerapu macan E. fuscoguttatus (Mayunar et al., 1991; Slamet, 1993), kerapu bebek Cromileptes altivelis (Slamet et al., 1996).      Di Indonesia kerapu macan mulai dapat dipijahkan tahun 1987, kerapu bebek mulai tahun 1997, keberhasilan pemijahan ikan tersebut mulai dicapai tahun 1998.
Perairan Indonesia memiliki lahan pantai yang potensial seluas 3.385 ha untuk budidaya ikan kerapu di keramba jaring apung (Anonimous, 1988). Perairan Indonesia memiliki berbagai jenis ikan kerapu dengan nilai ekonomis tinggi, di antaranya jenis kerapu lumpur (Epinephelus suilus, E. malabaricus), kerapu macan (E. fuscoguttatus), kerapu batu (E. fasciatus), kerapu merah (Chephalopolis sp.), kerapu sunuk (Plectropoma spp.), dan kerapu tikus (Cromileptes altivelis).  Letak geografis Indonesia sangat menguntungkan untuk agribisnis kerapu karena berada pada lintas perdagangan ikan hidup (Singapura-Hongkong) maupun ikan segar (Singapura-Hongkong-Jepang).  Sebagai bagian dari perairan tropis, Indonesia kaya akan jenis ikan dan beberapa di antaranya merupakan golongan ikan rucah dengan nilai ekonomis rendah sehingga dapat dieksploitasi untuk sumber pakan alami bagi pengembangan budidaya ikan laut. Dalam makalah ini akan dibahas dua jenis ikan kerapu yaitu kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus).  Kedua jenis ikan ini mempunyai nilai ekonomis yang paling tinggi dan pembenihannya sudah berkembang.
METODE
Pengamatan yang dilakukan meliputi, sistem pemeliharaan,  kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih kerapu di hatchery skala rumah tangga dan pendederan kerapu di Bali.  Pengamatan dilakukan terhadap 2 jenis kerapu kerapu yaitu kerapu bebek dan kerapu macan. Kedua jenis ini mempunyai nilai ekonomis yang paling tinggi. Methoda pengamatan dengan melakukan monitoring seminggu sekali terhadap sistem pemeliharaan, perkembangan dan kelangsungan hidup benih, volume produsi, mortalitas dan penyakit. Lama pengamatan 2 tahun yaitu dari tahun 2001 sampai 2002.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Managemen Pemeliharaan Larva
Hasil pengamatan sistem manajemen pemeliharaan larva ikan kerapu pada 52 hatchery skala rumah tangga di Bali Utara, secara umum digolongkan menjadi 2 sistem :
1.        Sistem pemberian pakan hanya dengan pakan hidup (pakan alami)  yang disebut sistem 1 (Gambar 2).
2.        Sistem pemberian pakan dengan kombinasi pakan hidup (pakan alami) dan   buatan (mikro pellet) yang disebut sistem 2 (Gambar 2).
Pada pemeliharaan larva kerapu bebek biasanya banyak menggunakan sistem (1), sedangkan pada kerapu macan lebih banyak menggukanan sistem (2). Hal ini disebabkan larva kerapu macan mempunyai sifat kanibalisme yang lebih kuat dibanding kerapu bebek. Sistem (2)  dapat menekan kanibalisme kerapu macan. Dari hal tersebut, petani lebih tertarik melihara larva kerapu bebek dibanding kerapu macan disamping sistem (2) memerlukan kerja yang ekstra keras dan biaya tinggi untuk penyediaan udang jembret sebagai pakan. Karena keterbatasan produksi telur kerapu bebek dan harganya lebih mahal (Rp 2,5/ butir) dan mudahnya untuk membeli telur kerapu macan  dan lebih murah (Rp 1,0/ butir) maka petani  memilih memelihara larva kerapu macan walaupun harus bekerja ekstra keras.
Pakan
dan
pergantian air
Umur larva (hari setelah menetas)
0           3   6    9   12    15    18   21   24    27   30  33   36   39   42  45   48   51   54   


Nanno
chloropsis

Rotifer
Artemia
Copepoda
Jembret
Daging ikan yang digiling

Pergantian air


          ==============


            =============================
                                       ==============================
                                                =============================
                                                                             ========================
                                                                                                             ==========


          0%            10-20%    25-30%              35-40%                    45-100%
      ========  ======= =========  ============ ==================
Gambar 1. Skema pemberian pakan  dan pergantian air pada pemeliharaan larva kerapu pada system dengan pakan alami.
Pakan
dan
pergantian air
Hari setelah menetas
0           3   6    9   12    15    18   21   24    27   30  33   36   39   42  45   48   51   54   
Nanno
chloropsis

Rotifer
Artemia

Mikro pellet

Pergantian air

 
        ==============

            =============================
                                                         =======================

                                         140-410 um (LL2)        315-580 (LL3)   479-800 (LL4)
                                         ================  ========== =============
   
                 10-20%   20-80%           100-300%       300-400%         400-500%
                     ====== ========== ========== =========== ===========                                                                                                           
Gambar 2. Skema pemberian pakan dan pergantian air pada pemeliharaan larva kerapu pada system dengan campuran pakan alami dan buatan (mikro pellet).
Keterangan :           LL2 = Love Larva no. 2 (buatan jepang) (diameter 0,20-0,31 mm)
                                LL3 = Love Larva no. 3 (buatan jepang) (diameter 0,31-0,48 mm)
                                LL4 = Love Larva no. 4 (buatan jepang) (diameter 0,48-0,63 mm)
Perkembangan produksi benih kerapu di hatcheri di Bali
Pembenihan ikan kerapu bebek berhasil dikembangkan di tingkat petani hatchery skala rumah tangga (HSRT).  Pada tahun 1997 hanya satu orang petani yang berminat membenihkan ikan kerapu bebek, dalam 1 tahun hanya 1 siklus yang berhasil dengan jumlah produksi 8500 ekor (saat itu harganya Rp 12.500,- per ekor ukuran 5 cm). Pada tahun 1998 tidak ada petani HSRT yang memproduksi kerapu karena harga nener tinggi (Rp 20,--60,- per ekor). Pada tahun 1999 Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut yang waktu itu bernama Loka Penelitian Perikanan Pantai melalui program ekstensi  membimbing dan memberi telur kerapu bebek cuma-cuma kepada 12 petani HSRT. Pada program ini siklus pertama semua gagal karena saat itu belum ada filter dan dilakukan saat musim penghujan sehingga air lautnya keruh. Kemudian dengan mewajibkan pembuatan filter kepada petani peserta program ini ternyata sebagian besar berhasil memproduksi benih dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 5% walaupun pada tahun 1999 hanya 1 siklus yang berhasil memproduksi benih dengan jumlah produksi benih mencapai 40.000 ekor. Tahun 2000 sudah berkembang dengan baik dan petani mampu membeli telur kerapu bebek dari Loka Gondol dan dari hatcheri swasta dengan harga telur Rp 2,5 per butir. Pada tahun 2000 hampir setiap bulan dapat memproduksi benih kerapu bebek sebanyak  10.000-100.000 ekor benih (ukuran 4-6 cm) per bulan dengan total produksi per tahun mencapai sekitar 500.000 ekor. Pada tahun 2001 sampai pertengahan tahun 2002 produksi benih di petani HSRT berjalan lancar walaupun masih sering terjadi kematian massal benih oleh serangan VNN. Pada tahun ini produksi benih per bulan berkisar antara 50.000 sampai 250.000 ekor benih kerapu bebek, dengan total produksi per tahun mencapai 1.500.000 benih (Gambar 3).

Gambar 3. Produksi benih ikan kerapu bebek di hatcheri skala rumah tangga (HSRT) di Bali dari tahun 1997 sampai tahun 2002.
Produksi benih kerapu macan di tingkat petani berhasil baik sejak tahun 2000; dengan volume produksi benih melebihi produksi benih kerapu bebek. Kadang-kadang terjadi over produksi yang menyebabkan harga merosot. Pada tahun 2001 setiap bulan diproduksi sebanyak 10.000-400.000 ekor dengan total produksi benih per tahun  mencapai 2.000.000 benih (Gambar 4). Pada awal tahun 2001 kegiatan produksi benih berhenti karena sebelumnya petani pernah rugi akibat terlalu lama menahan benih yang tidak terjual. Sebagian besar petani pembenih kerapu macan ingin menjual benihnya saat mencapai ukuran 2 cm karena pada ukuran 2,5-5 cm kanibalisme sangat tinggi, di sisi lain petani KJA menginginkan benih ukuran > 8 cm agar lebih aman di KJA. Pada akhir tahun 2001 sampai sekarang (pertengahan tahun 2002) petani  HSRT kembali bangkit untuk melakukan pembenihan ikan kerapu macan menggunakan sistem pemeliharaan benih ukuran 1,5-5 cm dengan pemberian pakan berupa udang jembret/rebon kecil/ grago dengan jumlah yang berlebih. Saat ini mudah mendapatkan udang jembret karena banyak pedagang yang sengaja mencari jembret di tambak-tambak udang di Jawa Timur (Banyuwangi dan Situbondo). Pekembangan produksi benih kerapu macan dari tahun 2000 sampai 2002 dapat dilihat pada Gambar 4. Pada tahun  (2002) produksi benih kerapu macan di petani HSRT di Bali setiap bulan mencapai 150.000-400.000 dengan total produksi per tahun mencapai 3.000.000 ekor. Jumlah ini akan meningkat bila kebutuhan pasar meningkat pula.
Tingkat kelangsungan hidupnya bervariasi dari 0-40% dengan rata-rata 5% untuk kerapu bebek dan 7% untuk kerapu macan. Kegagalan/kematian massal biasanya terjadi umur 15-50 hari. Kegagalan dalam produksi benih kerapu di Bali sebagian besar terjadi pada puncak musim penghujan. Hal ini karena pada saat ini sulit didapatkan air laut yang jernih dan sulit memproduksi fitoplankton (Nannochloropsis) yang bermutu baik, sehingga larva mudah stress dan mudah terserang VNN (Virus nervous neucrosis) yang berakibat kematian massal.
Gambar 4. Produksi benih ikan kerapu macan di hatcheri skala rumah tangga (HSRT) di Bali dari tahun 2000 sampai tahun 2002.
PENDEDERAN (PENGGLONDONGAN)
Lama pendederan benih di bak beton untuk kerapu bebek  dari ukuran 4 cm  (lepas dari hatcheri) menjadi ukuran 10 cm (siap tebar)  berkisar 40-75 hari, dengan kelangsungan hidup 70-95%. Pada kerapu macan pendederan dari ukuran 2 cm (lepas hatcheri) menjadi 7 cm (siap tebar) memerlukan waktu 30-40 hari dan  kelangsungan hidupnya berbeda dengan perbedaan sistem/jenis pakannya. Dengan pemberian pakan pellet kelangsungan hidupnya berkisar 20-40% sedangkan dengan pakan hidup berupa jembret (udang kecil) yang dikombinasikan dengan daging ikan rucah menghasilkan kelangsungan hidup 60-75% karena tingkat kanibalisme dapat ditekan. Hasil pengamatan ukuran pakan yang diberikan, frekuensi pemberian pakan dan lama pemeliharaan pada pendederan kerapu bebek dan kerapu macan di Bali secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ukuran pakan yang diberikan, frekuensi dan lama pemeliharaan pada pendederan kerapu.bebek dan kerapu macan.
Ukuran panjang total benih
Ukuran diameter pakan buatan yang diberikan
Frekuensi pemberian pakan per hari
Lama pemeliharaan (kerapu macan
Lama pemeliharaan
(kerapu bebek)
2 ke 3 cm
1,5-2,0 mm
10 kali
(10-12 hari)
12-16 hari
3 ke 4 cm
2,5-3,0 mm
8 kali
(10-13 hari)
14-17 hari
4 ke 6 cm
3,0-3,5 mm
6 kali
(10-15 hari)
15-20 hari
6 ke 8 cm
3,5-4,0 mm
6 kali
(10-15 hari)
15-20 hari
8 ke10 cm
4,0-4,5 mm
6 kali
(10-15 hari)
15-20 hari


KESIMPULAN
1.        Usaha  pembenihan ikan kerapu bebek dan kerapu macan telah berkembang di Bali Utara. Produksi benih dapat berlangsung hampir sepanjang tahun dengan volume produksi per bulan mencapai 50.000 – 250.000 ekor untuk kerapu bebek dan 150.000 – 400.000 ekor untuk kerapu macan
2.        Tingkat kelangsungan hidup benih berkisar 0-40% atau rata-rata mecapai 4%.
3.        Pembenihan dilakukan dengan dua sistem yaitu pemberian pakan alami dan kombinasi pakan alami dengan pakan buatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 1988. Training Manual on Marine Finfish Net Cage Culture in Singapore. Revered for the Marine Finfish Net Cage Training Course. Conducted by Primary Production Department (Republic of Singapore) and Organized RAS/86/024 cooperation with RAS /84/016.
Chen, F.Y., M. Chow, T.M. Chow and R. Lim, 1977. Artificial Spawning and Larval Rearing of the Groupe, Epinephelus tauvina (Forskal) in Singapore. Singapore J. Pri. Ind. 5(1):1-21.
Mayunar, P.T. Imanto, S. Diani dan T. Yokokawa, 1991. Pemijahan Ikan Kerapu Macan, Epinephelus fuscoguttatus. Bull. Pen. Perikanan Spec. Edi. No. 2:15-22.
Slamet, B. 1993. Pengaruh Penurunan Suhu Media Terhadap Penundaan Penetasan dan Peningkatan Optimasi Kepadatan pada Transportasi Telur Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) J. Pen. Budidaya Pantai, Terbitan Khusus, Vol.9 No.5 : 30-36.
Slamet, B., Tridjoko, Agus P., Tony S. dan K. Sugama. 1996. Penyerapam Nutrisi Endogen, Tabiat Makan dan Perkembangan Morphology Larva Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). J. Pen. Perikanan Indonesia, Vol.2 No.2 : 13-21.
Sugama, K., Waspada dan H. Tanaka. 1986. Perbandingan Laju Pertumbuhan Beberapa Jenis Kerapu, Epinephelus spp. dalam Kurung-kurung Apung.Scientific Report of Mariculture Research and Development Project (ATA-192) in Indonesia: 211-219.
Tseng dan Ho, SK, (1988). The Biology and Culture of Red Grrouper. Chien Cheng Publisher Koahsiung, R.OC. Hongkong. 134 pp.

No comments:

Post a Comment